Incendio

Ketika AI Menguasai Dunia, Apakah Leadership Masih Dibutuhkan?

Untuk apa mengajari orang lain soal leadership sementara teknologi AI sudah mumpuni memberikan informasi yang akurat bahkan hanya dalam hitungan detik mampu mengolah beragam materi yang sulit menjadi terkoneksi dan menarik?

Ini pertanyaan yang harus dihadapi banyak orang terutama yang berkaitan dengan topik pengajaran, pemateri, dan pemberi informasi. Demikian pula @incendio.id yang banyak berurusan dengan consulting, pemberi materi, dan terutama, thinking partner. Apakah era kami usai dan harus mencari hal lain untuk dikerjakan?

Ketika teknologi digital berkembang pesat, ada beragam pekerjaan yang diprediksi akan tergantikan. Beragam sumber memberikan informasi serupa; teller bank, kasir, akuntan, pramusaji, sopir, bahkan marketing spesialis berpotensi tergantikan oleh robot digital ini. Apakah ini berarti, masa produktif manusia akan berakhir dan zaman robot menguasai dunia segera dimulai? Um, sepertinya belum demikian.

Jika kita mengamati lebih lanjut, pekerjaan yang berpotensi sangat besar akan digantikan oleh robot adalah pekerjaan yang repetitif, melakukan pengulangan pola yang sama. Menghitung, ada rumusnya. Menerima pesan dan menyediakannya, ada ritme yang tidak berubah. Konstan. Robot pintar jelas lebih dari mampu memberikan hasil yang sama dengan manusia, bahkan mungkin lebih baik. 

Yah, apakah ini artinya manusia akan punah karena sepertinya semua pekerjaan akan diambil alih oleh robot? Jika kita seorang pesimistis, jawabannya “iya”! Manusia akan punah karena bahkan untuk melakukan sesuatu saat dibandingkan robot pintar, hasilnya bisa kalah saing. Namun, bila kita ikut aliran optimistis, kita bisa melihat peran robot –yang nantinya akan semakin canggih menggantikan pekerjaan kita, sebagai sebuah kesempatan.

Pengembangan teknologi digital ini terutama, patut kita syukuri karena –selain membawa kekhawatiran, juga mengungkapkan satu hal pasti: manusia tidak didesain untuk melakukan pekerjaan dengan pola yang sama, terus berulang, tanpa henti. 

Jurnal terbitan University of Wolverhampton, England, menyorot fakta bahwa pekerjaan yang konstan akan berujung pada perasaan bosan dan dalam beberapa kasus, menjadi depresi. Dari sana, timbul hal negatif lain seperti kepuasan diri dalam pekerjaan dan produktivitas.

Penelitian lain dari Ergo/IBV menyebutkan, gerak tubuh dalam pekerjaan yang repetitif juga menjadi isu kesehatan global. Cedera pada persendian, tulang, dan otot dialami oleh mereka yang kesehariannya melakukan “itu-itu saja”, bahkan tercatat dialami oleh mencapai 1.7 miliar orang di dunia. 

Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang bekerja menyediakan jasa? Bukankah AI juga memberikan layanan “jasa” yang tidak repetitif? Guru, penulis, pekerja seni, sepertinya akan tergantikan oleh kecerdasan buatan yang semakin canggih. Pengetahuan, kecerdasan, ide, semua “ada” di AI dan ketika diakses dalam hitungan detik (tergantung kecepatan internet masing-masing), semua hadir di dalam layar kita.

Namun sekali lagi, jika kita melihat kecanggihan teknologi dari kacamata optimistis, kita mampu berkata bahwa AI mungkin akan menjadi kompetitor tetapi peran kita tidak akan tergantikan olehnya. Justru adanya AI membantu kita melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Jika kita mau jujur, banyak kali selama kita bekerja adalah fokus pada “get things done” sehingga kita melakukan banyak hal dengan pola yang sama karena itulah cara yang pernah berhasil. Kita ingin pekerjaan itu selesai, lebih cepat lebih baik. Memang hal ini tidak salah, sampai kita jadi kehilangan maknanya.

Peran kita seharusnya bukan sekadar get things done (selesai), melainkan melakukan proses get things done bersama orang lain. Yang paling utama dalam pekerjaan seharusnya adalah koneksi yang terbangun saat menyelesaikan satu hal demi satu hal lain. Apa saja pekerjaan yang kita lakukan, intinya adalah saling terkoneksi, terikat, terhubung dari satu orang ke orang lain. 

Kecerdasan buatan tidak mampu memberikan rasa “terhubung” itu. Maka, pekerjaan yang paling mungkin tergantikan duluan adalah yang bersifat “tanpa atau sedikit koneksi”. Hanya makhluk hidup, utamanya manusia, yang seharusnya mampu memberikan perasaan terhubung itu. Dari rasa terhubung, terciptalah kepercayaan dan menumbuhkan relasi. Inti dari kehidupan manusia, saling terkoneksi, percaya satu sama lain, dan menumbuhkan relasi. 

Inilah yang sedang dikerjakan @incendio.id, menjadi mitra yang memberikan rasa aman dan menjadi teman berjuang, terutama bagi para pemimpin perusahaan atau organisasi yang seringkali berusaha kuat dan berani, padahal aslinya juga perlu bantuan. Sebagai thinking partner, @incendio.id sesuai perannya, jadi teman berpikir –beradu pendapat, dan ikut melangkah bersama dalam kesukaran dan ikut bergembira ketika merayakan keberhasilan.

Jadi, apakah pekerjaan di @incendio.id bisa tergantikan oleh AI? Tidak perlu menjawab pertanyaan retoris ini, karena kami menggunakan AI sebagai alat bantu yang menguntungkan. Spirit @incendio.id sejak 2017, kami bermimpi menyaksikan generasi pemimpin yang berkarakter unggul  dan berkompetensi unggul. Itulah yang sedang kami kerjakan, sambil membuat koneksi dengan banyak orang yang memiliki spirit yang sama. 

Our Latest Blog